Minggu, 13 Oktober 2013

Memahami Makna Idul Adha

Bulan ini merupakan bulan bersejarah bagi umat Islam. Pasalnya, di bulan ini kaum muslimin dari berbagai belahan dunia melaksanakan rukun Islam yang kelima. Ibadah haji adalah ritual ibadah yang mengajarkan persamaan di antara sesama. Dengannya, Islam tampak sebagai agama yang tidak mengenal status sosial. Kaya, miskin, pejabat, rakyat, kulit hitam ataupun kulit putih semua memakai pakaian yang sama. Bersama-sama melakukan aktivitas yang sama pula yakni manasik haji.



Selain ibadah haji, pada bulan ini umat Islam merayakan hari raya Idul Adha. Lantunan takbir diiringi tabuhan bedug menggema menambah semaraknya hari raya. Suara takbir bersahut-sahutan mengajak kita untuk sejenak melakukan refleksi bahwa tidak ada yang agung, tidak ada yang layak untuk disembah kecuali Allah, Tuhan semesta alam.

Pada hari itu, kaum muslimin selain dianjurkan melakukan shalat sunnah dua rekaat, juga dianjurkan untuk menyembelih binatang kurban bagi yang mampu. Anjuran berkurban ini bermula dari kisah penyembelihan Nabi Ibrahim kepada putra terkasihnya yakni Nabi Ismail.

Peristiwa ini memberikan kesan yang mendalam bagi kita. Betapa tidak. Nabi Ibrahim yang telah menunggu kehadiran buah hati selama bertahun-tahun ternyata diuji Tuhan untuk menyembelih putranya sendiri. Nabi Ibrahim dituntut untuk memilih antara melaksanakan perintah Tuhan atau mempertahankan buah hati dengan konsekuensi tidak mengindahkan perintahNya. Sebuah pilihan yang cukup dilematis. Namun karena didasari ketakwaan yang kuat, perintah Tuhanpun dilaksanakan. Dan pada akhirnya, Nabi Ismail tidak jadi disembelih dengan digantikan seekor domba. Legenda mengharukan ini diabadikan dalam al Quran surat al Shaffat ayat 102-109.

Kisah tersebut merupakan potret puncak kepatuhan seorang hamba kepada Tuhannya. Nabi Ibrahim mencintai Allah melebihi segalanya, termasuk darah dagingnya sendiri. Kecintaan Nabi Ibrahim terhadap putra kesayangannya tidak menghalangi ketaatan kepada Tuhan. Model ketakwaan Nabi Ibrahim ini patut untuk kita teladani.

Dari berbagai media, kita bisa melihat betapa budaya korupsi masih merajalela. Demi menumpuk kekayaan rela menanggalkan ”baju” ketakwaan. Ambisi untuk meraih jabatan telah memaksa untuk rela menjebol ”benteng-benteng” agama. Dewasa ini, tata kehidupan telah banyak yang menyimpang dari nilai-nilai ketuhanan. Dengan semangat Idul Adha, mari kita teladani sosok Nabi Ibrahim. Berusaha memaksimalkan rasa patuh dan taat terhadap ajaran agama.

Di samping itu, ada pelajaran berharga lain yang bisa dipetik dari kisah tersebut. Sebagaimana kita ketahui bahwa perintah menyembelih Nabi Ismail ini pada akhirnya digantikan seekor domba. Pesan tersirat dari adegan ini adalah ajaran Islam yang begitu menghargai betapa pentingnya nyawa manusia.

Hal ini senada dengan apa yang digaungkan Imam Syatibi dalam magnum opusnya al Muwafaqot. Menurut Syatibi, satu diantara nilai universal Islam (maqoshid al syari’ah) adalah agama menjaga hak hidup (hifdzu al nafs). Begitu pula dalam ranah fikih, agama mensyari’atkan qishosh, larangan pembunuhan dll. Hal ini mempertegas bahwa Islam benar-benar melindungi hak hidup manusia. (hlm.220 )     

 Nabi Ismail rela mengorbankan dirinya tak lain hanyalah demi mentaati perintahNya. Berbeda dengan para teroris dan pelaku bom bunuh diri. Apakah pengorbanan yang mereka lakukan benar-benar memenuhi perintah Tuhan demi kejayaan Islam atau justru sebaliknya?.

Para teroris dan pelaku bom bunuh diri jelas tidak sesuai dengan nilai universal Islam. Islam menjaga  hak untuk hidup, sementara mereka—dengan aksi bom bunuh diri— justru mencelakakan  dirinya sendiri. Di samping itu, mereka juga membunuh rakyat sipil tak bersalah, banyak korban tak berdosa berjatuhan. Lebih parah lagi, mereka  bukan membuat Islam berwibawa di mata dunia, melainkan menjadikan Islam sebagai agama yang menakutkan, agama pedang dan sarang kekerasan. Akibat aksi nekat mereka ini justru menjadikan Islam laksana ”raksasa” kanibal yang haus darah manusia.

Imam Ghazali dalam Ihya ’Ulumuddin pernah menjelaskan tentang tata cara melakukan amar ma’ruf nahi munkar.  Menurutnya, tindakan dalam bentuk aksi pengrusakan, penghancuran tempat kemaksiatan adalah wewenang negara atau badan yang mendapatkan legalitas negara. Tindakan yang dilakukan Islam garis keras dalam hal ini jelas tidak prosedural. (vol.2 hlm.311)  

Sudah semestinya dalam melakukan amar makruf nahi munkar tidak sampai menimbulkan kemunkaran yang lebih besar. Bukankah tindakan para teroris dan pelaku bom bunuh diri ini justru merugikan terhadap Islam itu sendiri ?. Merusak citra Islam yang semestinya mengajarkan kedamaian dan rahmatan lil ’alamin. Ajaran Islam yang bersifat humanis, memahami pluralitas dan menghargai kemajemukan semakin tak bermakna.

Semoga dengan peristiwa eksekusi mati Amrozi cs, mati pula radikalisme Islam, terkubur pula Islam yang berwajah seram. Pengorbanan Nabi Ismail yang begitu tulus menjalankan perintahNya jelas berbeda dengan pengorbanan para teroris.

Di hari Idul Adha, bagi umat Islam yang mampu dianjurkan untuk menyembelih binatang kurban. Pada dasarnya, penyembelihan binatang kurban ini mengandung dua nilai yakni kesalehan ritual dan kesalehan sosial. Kesalehan ritual berarti dengan berkurban, kita telah melaksanakan perintah Tuhan yang bersifat transedental. Kurban dikatakan sebagai kesalehan sosial karena selain sebagai ritual keagamaan, kurban juga mempunyai dimensi kemanusiaan.

Bentuk solidaritas kemanusiaan ini termanifestasikan secara jelas dalam pembagian daging kurban. Perintah berkurban bagi yang mampu ini menunjukkan bahwa Islam adalah agama yang respek terhadap fakir-miskin dan kaum dhu’afa lainnya. Dengan disyari’atkannya kurban, kaum muslimin dilatih untuk mempertebal rasa kemanusiaan, mengasah kepekaan  terhadap masalah-masalah sosial, mengajarkan sikap saling menyayangi terhadap sesama.

Meski waktu pelaksanaan penyembelihan kurban dibatasi (10-13 Dzulhijjah), namun jangan dipahami bahwa Islam membatasi solidaritas kemanusiaan. Kita harus mampu menangkap makna esensial dari pesan yang disampaikan teks, bukan memahami teks secara literal. Oleh karenanya, semangat untuk terus ’berkurban’ senantiasa kita langgengkan pasca Idul Adha.

Saat ini kerap kita jumpai, banyak kaum muslimin yang hanya berlomba meningkatkan kualitas kesalehan ritual tanpa diimbangi dengan kesalehan sosial. Banyak umat Islam yang hanya rajin shalat, puasa bahkan mampu ibadah haji berkali-kali, namun tidak peduli dengan masyarakat sekitarnya. Sebuah fenomena yang menyedihkan. Mari kita jadikan Idul Adha sebagai momentum untuk meningkatkan dua kesalehan sekaligus yakni kesalehan ritual dan kesalehan sosial. Selamat berhari raya !

Kamis, 09 Mei 2013

LKOD!!! #32015

Assalamu'alaikum. Hei adik-adik #32015, LKOD sudah sebentar lagi! Besok, 10 Mei 2013, bakal ada
technical meeting LKOD buat kalian semua bagi yang mau merubah dunia dengan tanganmu sekaligus menjadi insan yang lebih baik. Naah, LKOD tuh apa sih? LKOD singkatan dari Latihan Kepemimpinan Organisasi Dakwah. Dan kalian akan mendapat berbagai hal, terutama menjadi agen dakwah yang baik. Be there!

Senin, 18 Maret 2013

Pendapat Mereka Soal Poligami


Ketika saya berada di kota Dublin pada tahun 1956, saya sempat mengunjungi Yayasan Baba Yosua. Lantas, terjadilah dialog panjang antara saya dengan seorang Baba yang juga ketua yayasan tersebut. Dalam salah satu dialognya, saya berkata padanya,” Mengapa kalian menuduh Islam dan Nabinya, khususnya dalam buku buku kurikulum, dengan tuduhan yang tidak pantas diucapkan pada masa di mana bangsa bangsa telah saling mengenal dan berbagai budaya saling berinteraksi?”
“Kami bangsa barat, tidak bisa menghormati seorang laki laki yang menikah dengan sembilan wanita,” jawabnya.
Saya bertanya,”Apakah kalian menghormati Nabi Daud dan Nabi Sulaeman?”
“Tentu. Bagi kami, mereka berdua adalah bagian dari nabi nabi bangsa Israel.”
Saya menimpali,”Nabi Daud mempunyai 99 isteri. Kemudian Nabi Daud menikah dengan isteri salah seorang panglimanya untuk melengkapi jumlah isterinya menjadi 100. Seperti yang diterangkan Taurat, Nabi Sulaeman mempunyai 700 isteri dari wanita wanita yang merdeka, dan 30 isteri dari budak budak wanita. Mereka semua adalah wanita wanita tercantik pada zamannya. Lalu, bagaimana kalian bisa menghormati seorang laki laki yang menikah dengan 100wanita, sementara itu, kalian tidak bisa menghormati laki laki yang hanya menikah dengan Sembilan wanita?  Mengapa kalian tidak bisa menghormati laki laki yang menikah dengan Sembilan wanita, delapan di antara mereka adalah janda, kaum ibu, yang sebagiannya di antaranya telah tua usianya, dan hanya seorang yang dinikahi dalam keadaan gadis?”
Sang Baba terdiam, lalu dia berkata,”saya telah salah ucap, maksud saya, kami , bangsa barat tidak bisa menikahi lebih dari satu wanita. Bagi kami, seorang lelaki yang menikah dengan beberapa wanita adalah aneh, atau hanya menuruti syahwat.
Saya berkata padanya, “Lantas , apa pendapat anda tentang Nabi Daud dan Nabi Sulaeman dan Nabi nabi Israel yang lain, hingga Nabi Adam yang mempratekkan poligami?”
Dia terdiam, tak mampu memberikan jawaban.
***
Tidakkah mereka merasa bersalah ketika mencemooh Islam karena alasan poligami?
Tidakkah mereka merasa bahwa poligami hingga empat isteri lebih baik daripada jika tiap malam terus berganti ganti pasangan? Bukankah laki laki yang rela memikul tanggung jawab wanita yang ia gauli lebih baik daripada laki laki yang “lepas tangan?”
Tidakkah mereka merasa bahwa melahirkan sejuta anak melalui pernikahan yang sah lebih baik daripada melahirkan satu anak di luar ikatan pernikahan?
-Dr Mustafa Al Siba'i-
Sumber: eramuslim.com

Rabu, 13 Februari 2013

#NoValentineDay


Menguak Kebenaran Valentine's day           
Sumber: arrahmah.com


Setelah Pesta Tahun Baru ditiap awal tahun, kini masyarakat pun sibuk dengan ‘pesta’ berikutnya. Bulan Februari yang dikenal sebagai sebuah bulan yang penuh kasih sayang dan cinta, masyarakat dunia pun tentu tidak ada yang tidak tahu bahwa setiap tanggal 14 Februari akan ada sebuah perayaan besar bernamaValentine Day’s.
Perayaan ini dahulunya adalah salah satu hari raya bangsa Romawi yang menganut paganisme (menyembah berhala) semenjak lebih dari 17 abad yang lalu. Perayaan valentine tersebut dimaksudkan oleh mereka sebagai sebuah pengungkapan dan pembuktian cinta kepada sesembahan mereka.
Para ahli sejarah mengatakan bahwa dasar dan sejarah dari asal muasal hari kasih sayang ini kebanyakan memiliki latar belakang yang tidak jelas sama sekali. Memang dari beberapa sejarah yang menjadi dasar akan adanya hari kasih sayang ini memiliki beberapa kesamaan terutama dari nama tokoh sejarah yang sama, namun dari segi alur cerita, waktu dan tempat terjadinya ternyata terdapat banyak sekali versi. Masalah ini timbul karena budaya hari kasih sayang ini hanyalah sebuah budaya yang diturun temurunkan oleh Bangsa Romawi kepada keturunan mereka berikutnya termasuk kepada kaum nasrani pewaris mereka.

Di sisi lain, ada pula para ahli sejarah yang mencoba mengurutkan sejarahnya. Mereka mengatakan bahwa budaya ini telah ada semenjak abad ke-4 SM. Pada awalnya bukanlah bernama Hari Valentine atau Hari Kasih Sayang, dan tanggalnya pun bukan tanggal 14 Februari. Dikatakan bahwa cikal bakal budaya tersebut ada pada budaya perayaan yang dilaksanakan setiap tanggal 15 Februari. Perayaan tersebut ditujukan untuk menghormati Dewa Lupercus (dewa kesuburan yang dilambangkan setengah telanjang dan berpakaian kulit kambing), acara ini dilakukan dengan mengadakan sebuah upacara dan di dalamnya diselingi dengan sebuah sesi untuk mengambil undian dengan tujuan untuk mencari pasangan. Para gadis atau wanita yang tidak punya pasangan akan menuliskan namanya dalam sebuah kertas kemudian memasukkannya ke dalam sebuah tempat untuk mengundi. Berikutnya para lelaki akan menarik gulungan kertas yang ada secara acak yang berisikan nama para wanita tadi. Kemudian mereka menikah untuk periode satu tahun hingga upacara tahun depannya lagi dan sesudah itu mereka bisa ditinggalkan begitu saja. Dan kalau sudah tidak memiliki pasangan lagi, para wanita tadi pun akan melakukan hal yang sama kembali dan seterusnya.
Sementara itu, diceritakan pula bahwa pada 14 Februari 269 M telah meninggal seorang pendeta kristen sekaligus seorang dokter (tabib) dan dikenal dengan nama Valentine. Pada saat itu ia hidup di masa Kaisar Claudius yang dikenal luas sebagai seorang kaisar yang kejam., dan ia sangat membenci kaisar tersebut.
Kaisar Claudius berambisi memiliki pasukan militer yang besar dan kuat, karena itulah ia menginginkan semua pria yang ada di wilayah kerajaannya bergabung di dalamnya dan menjadi pasukannya. Sayangnya, banyak orang yang menentang keinginannya ini. Hal ini disebabkan karena para pria tidak ingin meninggalkan keluarga dan kekasih hatinya. Tentu saja hal ini membuat Kaisar Claudius marah dan ia pun memerintahkan pejabatnya untuk melakukan sebuah ide yang sangat gila.
Kaisar Claudius berpikir jika para pria tidak menikah maka mereka tidak akan memiliki alasan lagi untuk tidak bergabung menjadi pasukan kerajaannya. Lalu Kaisar Claudius pun melarang adanya pernikahan di kerajaannya. Masyarakat di dalam kerajaannya menganggap bahwa ide ini sangat tidak masuk akal, terutama para pasangan muda. Karenanya St. Valentine pun menolak ide gila Kaisar Claudius ini.
St. Valentine pun tetap melaksanakan aktivitasnya untuk menikahkan para pasangan yang tengah jatuh cinta meskipun secara rahasia sebagai seorang pendeta. Lama kelamaan aksi ini akhirnya diketahui oleh Kaisar Claudius dan kontan kaisar pun langsung marah. Awalnya ia hanya memberikan peringatan kepada St. Valentine namun tidak pernah digubris dan St. Valentine tetap memberkati pernikahan dalam sebuah kapel kecil yang hanya diterangi cahaya lilin.
Hingga pada suatu malam, ia tertangkap basah ketika memberkati salah satu pasangan. Pasangan tersebut berhasil melarikan diri, namun sayang St. Valentine tidak berhasil melarikan diri dan akhirnya ia pun dijebloskan ke dalam penjara. Keesokan harinya ia divonis hukuman mati dengan dipenggal kepalanya.
 Kematian St. Valentine ini bertepatan dengan tanggal 14 Februari. Kisahnya pun menyebar dan meluas ke seluruh Roma hingga tak ada seorang pun yang tak mengetahui cerita ini. Kakek dan nenek mewariskan cerita ini ke anak cucunya dan seterusnya.
Pada tahun 494 M, Paus Gelasius I mengubah upacara Lupercaria yang sebelumnya dilaksanakan setiap 15 Februari menjadi perayaan resmi oleh gereja. Beberapa tahun kemudian, tanggal perayaan diganti menjadi 14 Februari yang bertepatan dengan tanggal matinya Santo Valentine sebagai bentuk penghormatan bahkan pengkultusan (pengagungan) pada dirinya. Dengan demikian perayaan Lupercaria sudah tidak ada lagi dan diganti dengan “Valentine Days”
Sesuai perkembangannya, Hari Kasih Sayang atau Valentine Day’s ini pun menjadi semacam rutinitas atau budaya ritual bagi kaum gereja. Agar tidak terlihat formal, maka perayaan ini dibungkus dengan saling memberi hadiah dan hiburan-hiburan.
Free Sex on Valentine
Jika kita mengartikan valentine sebatas pada berbagi hadiah, coklat, mengucapkan rasa kasih sayang maka sesungguhnya kita telah keliru. V-Day tidak hanya berhubungan dengan hal-hal tersebut, akan tetapi juga identik dengan kondom dan seks bebas. Berdasarkan pantauan dari beberapa daerah, permintaan kondom menjelang valentine meningkat pesat. Di Kota Medan misalnya, berdasarkan pantauan dari wartawan Antara, ternyata ditemukan fakta bahwa penjualan kondom di apotek meningkat pesat. Parahnya, fenomena ini terjadi merata hampir di semua daerah.
Pada dasarnya fenomena ini tidaklah aneh. Fakta lain pernah disampaikan oleh dr. Andik Wijaya, M. Rep.Med, seorang seksolog dari Surabaya. “Sekarang V-Day nuansanya cenderung romantis dan erotis” tuturnya. Tentu ini bukan omong kosong, salah satu faktor yang mengsukseskan erotisme saat perayaan Valentine adalah makanan khas V-Day berupa coklat. Menurut dr. Andik, coklat mengandung zat yang disebut Phenyletilamine atau zat yang bisa membangkitkan gairah seksual.
Budaya Valentine memang telah bertranformasi menjadi berbagai macam budaya yang ada. Di Inggris, pada 14 Februari malah dicanangkan sebagai Hari Impoten Nasional dengan tujuan meningkatkan kewaspadaan masyarakat terhadap ancaman impotensi 2 juta pria inggris. Bahkan di AS lebih parah lagi, 14 Februari dijadikan sebagai Pekan Kondom Nasional yang dimaksudkan sebagai kampanye nasional penggunaan kondom, karena setiap perayaan V-Day selalu diikuti dengan peningkatan kasus HIV/AIDS. Padahal tingkat kegagalan kondom mencapai 33,3 persen, sehingga bisa dikatakan bahwa kondom tidak bisa mencegah secara penuh penularan penyakit mematikan ini.
Bagaimana dengan di Indonesia? 14 Februari memang tidak hanya menjadi satu momen untuk menyatakan cinta dari para pasangan muda namun juga telah jauh terjerumus pada sebuah perayaan maksiat yang sedemikian luar biasa besar. Perilaku seks bebas yang meningkat ketika Hari Kasih Sayang ini bukanlah sebuah isapan jempolan belaka, namun memang benar adanya. Kita bisa melihat di minimarket-minimarket di kota-kota besa, di sana bisa kita temukan ketika mendekati Hari Kasih Sayang ini berbagai macam produk makanan yang dijual bersamaan dengan kondom, seperti coklat misalnya. Ini adalah indikasi besar bahwa memang pada tanggal 14 Februari ini akan terjadi aktivitas free seks secara besar-besaran, dan untuk memfasilitasi hal tersebut maka dijualah berbagai macama produk makanan berhadiah kondom.
Seks bebas memang sudah menjadi semacam kebudayaan di kota-kota besar. Terbukti 1,3 juta Anak Baru Gede (ABG) di Jakarta pernah melakukan hubungan intim. Bahkan riset yang dilakukan oleh Universitas Indonesia menunjukkan bahwa 650 ribu perempuan remaja sudah kehilangan keperawanannya. Dengan kata lain banyak dari mereka yang telah melakukan hubungan seks di luar nikah. Kepala BKKBN, Dr. Sugiri Syarief dalam acara “Workshop Generasi Berencana dan Berkarakter” menyampaikan bahwa 50% dari total ABG yang berusia 15-17 pernah melakukan seks bebas. (nyatanyatafakta.info)
 Sebenarnya, momen V-Day ini dijadikan sebagai sebuah alasan dan pembenaran untuk melakukan aktivitas di atas. Free Sex on Valentine? It’s real!
Lagi, budaya latah Muslim Indonesia!
Natal 25 Desember dirayakan, tahun baru 01 Januari pun dirayakan, sekarang V-Day 14 Februari pun dirayakan. Lalu agama apa yang dianut?
Jika ada yang mengatakan bahwa Indonesia tidak punya identitas yang jelas, sepertinya hal tersebut bisa dan sangat mungkin terjadi. Indonesia yang mayoritas muslim beragama Islam, namun justru aktivitas-aktivitas mereka jauh dengan apa dan bagaimana seharusnya seorang muslim. Perayaan-perayaan yang dilakukan pun jauh dari apa yang telah diperintahkan dan digariskan oleh Islam.
Kita melihat fakta ketika bulan Desember lalu, mayoritas kaum muslim di tanah air pun seolah-olah menanggalkan identitas mereka kemudian berpindah agama sesaat untuk merayakan hari raya yang tidak pernah ada di dalam Islam, hari natal. Padahal natal adalah persoalan aqidah yang dosanya akan sangat memberatkan bagi kaum muslim yang mengaku beragama Islam melakukannya, bahkan bisa jadi jatuh ke dalam kekafiran.
Kemudian pada bulan Januari, kaum muslim pun sibuk merayakan tahun baru yang notabene perayaan tersebut sama sekali tidak ada di dalam Islam. Kaum muslim bersedia menghabiskan waktunya, mengeluarkan uang mereka, pergi bersama teman-teman mereka hanya untuk merayakan sebuah perayaan yang sebenarnya merupakan perayaan orang-orang jahiliah.
Dan kini pada Bulan Februari, mayoritas kaum muslim Indonesia pun bersiap untuk menyambut dan merayakan sebuah perayaan yang sebenarnya sama sekali bukan berasal dari Islam, V-Day. Mayoritas kaum muslim jauh-jauh hari sudah menyusun rencana apa yang akan mereka lakukan dan acara apa yang akan mereka adakan atau hadiri bersama dengan pasangan mereka. Seolah sepaket dengan hal ini, di kota-kota besar pun berbagai macam suasana dibuat untuk menyambut datangnya V-Day, baik berupa penjualan coklat yang semakin marak sebagai tanda hari V-Day, atau dekorasi toko-toko, mall-mall, yang dibuat sesuai dengan tema V-Day, atau bahkan penjualan kondom yang semakin banyak dan meluas.
Seolah-olah memang benar bahwa Indonesia tidak punya identitas, meniru budaya barat dengan tujuan agar bisa maju dan berkembang seperti dunia barat. Padahal hal tersebut sama sekali tidak berhubungan. Bukti sederhana bahwa Indonesia adalah negara pembebek barat dan hampir kehilangan identitasnya.
Muslim : Say No to Valentine!
Setidaknya ada beberapa alasan mengapa budaya valentine wajib kita tolak. Selain karena efek negatif nya yang luar biasa besar juga yang lebih penting adalah karena budaya ini dilarang di dalam Islam. Dan bagi mereka yang beragama Islam maka budaya ini bersifat haram untuk dilakukan.
Pertama, kita ketahui bahwa valentine berasal dari aqidah paganis (penyembah berhala) kaum romawi yang dilakukan untuk mengungkapkan rasa cinta mereka kepada berhala yang mereka agungkan selain Allah SWT. Artinya barang siapa yang merayakan V-Day maka juga merayakan momen tersebut. Padahal Allah telah berfirman :
“Sesungguhnya orang yang mempersekutukan (sesuatu dengan) Allah, maka pasti Allah mengharamkan kepadanya surga, dan tempatnya ialah neraka, tidaklah ada bagi orang-orang zhalim itu seorang penolongpun.” (QS. Al-Maidah : 72)
Karena itulah seorang muslim wajib berhati-hati kepada sesuatu yang syirik ataupun aktivitas yang menghantarkan kepada kesyirikan seperti V-Day ini. Tentunya sudah diperingatkan secara tegas oleh Allah dan RasulNya tentang balasan bagi orang yang berbuat syirik, dan sesungguhnya siksa Allah sangatlah pedih dan Allah tidak pernah ingkar janji.
Kedua, bagi kaum muslim, hari raya yang mereka miliki hanyalah dua yakni Hari Raya Idul Fitri dan Hari Raya Idul Adha. Disitulah kaum muslim memiliki serangkaian aktivitas ibadah, dan ritual sesuai dengan yang telah digariskan oleh Islam. Tentu tidak ada dalam ajaran Islam hari raya selain kedua hal tadi, maka begitu juga V-Day. Ia sama sekali tidak berhubungan dengan kaum muslimin dan tidak pantas untuk dirayakan kecuali memang ada tuntunan dari Rasulullah bahwa ada keharusan untuk melaksanakan dan merayakan V-Day. Ada suatu kaidah fiqh yang ma’ruf dikalangan para ulama besar : “Hukum asal ibadah adalah haram (sampai adanya dalil).” Artinya segala macam aktivitas ritual di dalam Islam seperti shalat, zakat, puasa, dan lain sebagainya adalah haram awalnya hingga dalil memerintahkannya. Sedangkan V-Day sampai sekarang tidak pernah kita temukan dalil dan korelasi aktivitasnya dengan ibadah yang harus dilakukan oleh seorang muslim. Karena itu haram hukumnya untuk melakukan perayaan V-Day.
 Ketiga, para ahli sejarah banyak yang memperselisihkan akan dasar awal mula peringatan V-Day ini. Bahkan keterkaitan St. Valentine pun diperselisihkan, termasuk sebab dan kisahnya. Ada pula yang menganggapnya tidak pernah terjadi, hal ini membuat kaum nasrani tidak mengakui perayaan paganis yang mereka tiru dari bangsa Romawi paganis. Para pemuka Nasrani telah menentang perayaan ini karena menyebabkan timbulnya kerusakan akhlak pemuda dan pemudi akibat aktivitas-aktivitas dalam perayaan V-Day ini. Hingga kemudian dilaranglah perayaannya di Italia, pusat Katholik. Lalu kemudian perayaan ini muncul kembali dan tersebar di Eropa, berlanjut menular pada negeri-negeri kaum muslimin. Bila para pemuka Nasrani –pada masa mereka- saja telah mengingkari adanya budaya perayaan V-Day ini, maka tentu para ulama kaum muslimin dan para cendekiawannya wajib menerangkan hakikatnya dan hukum merayakannya kepada kaum muslimin secara luas. Sebagaimana wajib bagi kaum muslimin untuk mengingkari dan mengharamkan serta tidak menerima budaya jahiliah ini.
Keempat, sesungguhnya V-Day atau Hari Kasih Sayang adalah sebuah kedok untuk legalnya aktivitas free seks dan aktivitas-aktivitas maksiat lainnya. Sebelumnya telah disampaikan bagaimana momen ini dijadikan sebagai sebuah pembenaran atas nama cinta untuk melakukan aktivitas zina dan free seks. Di sisi lain, budaya ini juga adalah sebuah budaya rusak yang bertujuan untuk menghancurkan generasi pemuda kaum muslim hingga mereka menjadi tukang pesta dan ahli maksiat sehingga perubahan-perubahan besar yang seharusnya bisa mereka bawa demi membangkitkat umat tidak akan pernah terjadi. Padahal Allah berfirman :
“Dan janganlaah kamu mendekati zina, sesungguhnya zina itu adalah suatu perbuatan yang keji dan suatu jalan yang buruk.” (QS. Al Isra : 32)
Inilah beberapa alasan mengapa sebagai seorang muslim wajib menolak perayaan V-Day. Tentunya selain karena tidak adanya ajaran di dalam Islam mengenai perayaan hari ini, dan sikap yang tegas dari hukum Islam yang mengharamkan hal ini sebagai alasan utama. Juga alasan lain berupa fakta kerusakan yang ditimbulkan dari dilaksanakannya Valentine ini. Merebaknya free seks, zina, HIV/AIDS, dan kerusakan-kerusakan lainnya.
V-Day sesungguhnya bukanlah hari pembuktian cinta, atau hari kasih sayang karena justru pada hari ini lah kebanyakan manusia yang mengatakan mereka melakukan aktivitas seperti free seks, zina, dan lainnya atas nama cinta, sedang menodai arti cinta itu sendiri. Bagaimana mungkin cinta diartikan hanya sebuah pemuasan nafsu belaka? Pemenuhan kebutuhan biologis saja? Dan bagaimana mungkin atas nama cinta semuanya boleh dan legal untuk dilakukan.
Sesungguhnya Islam lah yang mampu menempatkan perasaan cinta pada manusia di tempat yang seharusnya. Islam tidak mengekang apalagi membunuh fitrah manusia untuk mencintai ini, namun juga tidak membiarkannya hingga menjadi tak terbatas dan menggila. Islam mengaturnya dengan sangat baik, menempatkannya di tempat yang seharusnya, dan menjaganya dengan sangat luar biasa. Hingga sesungguhnya cinta itu benar-benar indah, baik, dan juga membahagiakan. Cinta yang menjadi pewarna yang begitu baik di dunia, bukan justru yang seringkali menimbulkan kerusakan dan kemaksiatan yang luar biasa besar. Itulah cinta kepada Allah dan RasulNya, mencinta atas dasar aqidah Islam dan keimanan yang kuat.
Jika kita ingin membuktikan cinta kita maka buktikanlah dengan cara-cara yang telah ditetapkan oleh Islam. Dan sesungguhnya bukti cinta paling besar dan berharga adalah dengan taat kepada aturan Allah dalam setiap lini kehidupan, tidak kurang sedikitpun. Jika saat ini hukum Allah sedang ditanggalkan dan dicampakkan, maka menjadi sebuah kewajiban bagi kaum muslim untuk mengembalikannya di tempat seharusnya, yakni sebagai pengatur tunggal dalam kehidupan manusia. Itulah perjuangan untuk menerapkan syariat Allah dan menegakkan Khilafah Islamiyah sebagai pelindung dan pelaksana hukum-hukum Allah. Wallahu a’lam bi ash shawab.

Rabu, 30 Januari 2013

Konsep Kebahagiaan Dalam Islam

Kondisi senantiasa bahagia dalam situasi apa pun, inilah. yang senantiasa dikejar oleh manusia. Manusia ingin hidup bahagia. Hidup tenang, tenteram, damai, dan sejahtera. Sebagian orang mengejar kebahagiaan dengan bekerja keras untuk menghimpun harta. Dia menyangka bahwa pada harta yang berlimpah itu terdapat kebahagaiaan. Ada yang mengejar kebahagiaan pada tahta, pada kekuasaan. Beragam cara dia lakukan untuk merebut kekuasaan. Sehab menurtnya kekuasaan identik dengan kebahagiaan dan kenikmatan dalam kehidupan. Dengan kekuasaan sesrorang dapat berbuat banyak. Orang sakit menyangka, bahagia terletak pada kesehatan. Orang miskin menyangka, bahagia terletak pada harta kekayaan. Rakyat jelata menyangka kebahagiaan terletak pada kekuasaan. Dan sangkaan-sangkaan lain.
Lantas apakah yang disebut"bahagia' (sa'adah/happiness)?
Selama ribuan tahun, para pemikir telah sibuk membincangkan tentang kebahagiaan. Kebahagiaan adalah sesuatu yang ada di luar manusia, dan bersitat kondisional. Kebahagiaan bersifat sangat temporal. Jika dia sedang berjaya, maka di situ ada kebahagiaan. Jika sedang jatuh, maka hilanglah kebahagiaan. Maka. menurut pandangan ini tidak ada kebahagiaan yang abadi dalam jiwa manusia. Kebahagiaan itu sifatnya sesaat, tergantung kondisi eksternal manusia. Inilah gambaran kondisi kejiwaan masyarakat Barat sebagai: "Mereka senantiasa dalam keadaan mencari dan mengejar kebahagiaan, tanpa merasa puas dan menetap dalam suatu keadaan.
Islam menyatakan bahwa "Kesejahteraan' dan "kebahagiaan" itu bukan merujuk kepada sifat badani dan jasmani insan, bukan kepada diri hayawani sifat basyari; dan bukan pula dia suatu keadaan hayali insan yang hanva dapat dinikmati dalam alam fikiran belaka.
Keselahteraan dan kebahagiaan itu merujuk kepada keyakinan diri akan hakikat terakhir yang mutlak yang dicari-cari itu — yakni: keyakinan akan Hak Ta'ala — dan penuaian amalan yang dikerjakan oleh diri berdasarkan keyakinan itu dan menuruti titah batinnya.'
Jadi, kebahagiaan adalah kondisi hati yang dipenuhi dengan keyakinan (iman) dan berperilaku sesuai dengan keyakinannya itu. Bilal bin Rabah merasa bahagia dapat mempertahankan keimanannya meskipun dalam kondisi disiksa. Imam Abu Hanifah merasa bahagia meskipun harus dijebloskan ke penjara dan dicambuk setiap hari, karena menolak diangkat menjadi hakim negara. Para sahabat nabi, rela meninggalkan kampung halamannya demi mempertahankan iman. Mereka bahagia. Hidup dengan keyakinan dan menjalankan keyakinan.

Dan apa saja yang diberikan kepada kamu, maka itu adalah kenikmatan hidup duniawi dan perhiasannva. Sedang apa yang di sisi Allah adalah lebih baik dan lebih kekal. Apakah kamu tidak memahaminya?
Menurut al-Ghazali, puncak kebahagiaan pada manusia adalah jika dia berhasil mencapai ma'rifatullah", telah mengenal Allah SWT. Selanjutnya, al-Ghazali menyatakan:
"Ketahuilah bahagia tiap-tiap sesuatu bila kita rasakan nikmat, kesenangan dan kelezatannya mara rasa itu ialah menurut perasaan masing-masing. Maka kelezatan (mata) ialah melihat rupa yang indah, kenikmatan telinga mendengar suara yang merdu, demikian pula segala anggota yang lain dan tubuh manusia.
Ada pun kelezatan hati ialah ma'rifat kepada Allah, karena hati dijadikan tidak lain untuk mengingat Tuhan. Seorang rakyat jelata akan sangat gembira kalau dia dapat herkenalan dengan seorang pajabat tinggi atau menteri; kegembiraan itu naik berlipat-ganda kalau dia dapat berkenalan yang lebih tinggi lagi misalnya raja atau presiden.
Maka tentu saja berkenalan dengan Allah, adalah puncak dari segala macam kegembiraan. Lebih dari apa yang dapat dibayangkan  oleh manusia, sebab tidak ada yang lebih tinggi dari kemuliaan Allah. Dan oleh sebab itu tidak ada ma'rifat yang lebih lezat daripada ma'rifatullah.
Ma'rifalullah adalah buah dari ilmu. Ilmu yang mampu mengantarkan manusia kepada keyakinan. bahwa tiada Tuhan selain Allah" (Laa ilaaha illallah). Untuk itulah, untuk dapat meraih kebahagiaan yang abadi, manusia wajib mengenal Allah. Caranya, dengan mengenal ayat-ayat-Nya, baik ayat kauniyah maupun ayat qauliyah.
Banyak sekali ayat-ayat al-Quran yang memerintahkan manusia memperhatikan dan memikirkan tentang fenomana alam semesta, termasuk memikirkan dirinya sendiri.
Disamping ayat-ayat kauniyah. Allah SWT juga menurunkan ayat-ayat qauliyah, berupa wahyu verbal kepada utusan-Nya yang terakhir, yaitu Nabi Muhammad saw. Karena itu, dalam QS Ali Imran 18-19, disebutkan, bahwa orang-orang yang berilmu adalah orang-orang yang bersaksi bahwa "Tiada tuhan selain Allah", dan bersakssi bahwa "Sesungguhnya ad-Din dalam pandangan Allah SWT adalah Islam."
Inilah yang disebut ilmu yang mengantarkan kepada peradaban dan kebahagiaan. Setiap lembaga pendidikan. khususnya lembaga pendidikan Islam. harus mampu mengantarkan sivitas akademika-nya menuju kepada tangga kebahagiaan yang hakiki dan abadi. Kebahagiaan yang sejati adalah yang terkait antara dunia dan akhirat.
Kriteria inilah yang harusnya dijadikan indikator utama, apakah suatu program pendidikan (ta'dib) berhasil atau tidak. Keberhasilan pendidikan dalam Islam bukan diukur dari berapa mahalnya uang hayaran sekolah; berapa banyak yang diterima di Perguruan Tinggi Negeri dan sebagainya. Tetapi apakah pendidikan itu mampu melahirkan manusia-manusia yang beradab yang mengenal Tuhannya dan beribadah kepada Penciptanya.
Manusia-manusia yang berilmu seperti inilah yang hidupnya hahagia dalam keimanan dan keyakinan: yang hidupnya tidak terombang-ambing oleh keadaan. Dalam kondisi apa pun hidupnya bahagia, karena dia mengenal Allah, ridha dengan keputusanNya dan berusaha menyelaraskan hidupnya dengan segala macam peraturan Allah yang diturunkan melalui utusan-Nya.
Karena itu kita paham, betapa berbahayanya paham relativisme kebenaran yang ditaburkan oleh kaum liberal. Sebab, paham ini menggerus keyakinan seseorang akan kebenaran. Keyakinan dan iman adalah harta yang sangat mahal dalam hidup. Dengan keyakinan itulah, kata Igbal, seorang Ibrahim a.s. rela menceburkan dirinya ke dalam api. Penyair besar Pakistan ini lalu bertutur hilangnya keyakinan dalam diri seseorang. lebih buruk dari suatu perbudakan.
Sebagai orang Muslim, kita tentu mendambakan hidup bahagia semacarn itu; hidup dalam keyakinan: mulai dengan mengenal Allah dan ridha, menerima keputusan-keputusan-Nva, serta ikhlas menjalankan aturan-aturan-Nya. Kita mendambakan diri kita merasa bahagia dalam menjalankan shalat, kita bahagia menunaikan zakat, kita bahagia bersedekah, kita bahagia menolong orang lain, dan kita pun bahagia menjalankan tugas amar ma'ruf nahi munkar.
Dalam kondisi apa pun. maka "senangkanlah hatimu!" Jangan pernah bersedih.
"Kalau engkau kaya. senangkanlah hatimu! Karena di hadapanmu terbentang kesempatan untuk mengerjakan yang sulit-sulit melalui hartamu.
"Dan jika engkau fakir miskin, senangkan pulalah hatimu! Karena engkau telah terlepas dari suatu penyakit jiwa, penyakit kesombongan yang sering menimpa orang-orang kaya. Senangkanlah hatimu karena tak ada orang yang akan hasad dan dengki kepadamu lagi, lantaran kemiskinanmu..."
"Kalau engkau dilupakan orang, kurang masyhur, senangkan pulalah hatimu! Karena lidah tidak banyak yang mencelamu, mulut tak banyak mencacimu..."
Mudah-mudahan. Allah mengaruniai kita ilmu yang mengantarkan kita pada sebuah keyakinan dan kebahagiaan abadi, dunia dan akhirat. Amin